APIP dan Biro Hukum Bisa Cegah Penyimpangan
Jakarta – Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Biro Hukum Pemerintah memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja pengadaan nasional. Keduanya dianggap mampu meminimalisir potensi permasalahan dan penyimpangan pengadaan.
Salah satu caranya adalah dilibatkan secara aktif dalam proses pengadaan. Selama ini peran kedua badan tersebut dirasa kurang maksimal. APIP dan Biro Hukum seringkali terdengar justru ketika permasalahan pengadaan sudah ditangani oleh Aparat Penegak Hukum.
Sebagaimana diketahui penanganan kasus korupsi pengadaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menempati posisi teratas hingga saat ini. Hal tersebut seringkali membuat PNS enggan ditunjuk menjadi pengelola pengadaan, karena seolah-olah sudah menunggu waktu untuk masuk penjara. “Kata orang tinggal menunggu salahnya saja. Stereotip ini yang akan hilangkan. Paradigmanya diubah, ” kata Direktur Penanganan Permasalahan Hukum R Fendy Dharma Saputra, Rabu (21/05) di Jakarta.
Fendy mengungkapkan, APIP dan Biro Hukum akan didorong untuk melakukan pendampingan dalam proses pengadaan. Untuk itu, keduanya akan dibekali dengan pengetahuan yang luas mencakup pengadaan barang/jasa pemerintah dan hal-hal terkait yang seringkali bersinggungan dengan masalah hukum.
Salah satunya adalah, LKPP menyelenggarakan kegiatan Pengembangan Kapasitan Biro Hukum dan APIP yang dilaksakan secara berkala. Salah satunya adalah yang diselenggarakan di Jakarta dengan menampilkan sejumlah pakar hukum nasional, yaitu diantaranya adalah Guru Besar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwono, Guru Besar Emeritus Unpad Romli Atmasasmita, serta Direktur Advokasi dan Penyelesaian Sanggah Wilayan I LKPP Reifeldi.
Lebih lanjut, Fendy menambahkan, apabila permasalahan pengadaan sudah masuk ke dalam tahap penyidikan aparat penegak hukum, APIP dan Biro Hukum dapat berperan aktif dengan melakukan pendampingan kepada pengelola pengadaan.
Ia juga tidak menampik, seringkali para pengelola pengadaan kurang teliti dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu contoh klasik yang sering ditemui adalah kurang teliti dalam membaca dokumen pengadaan. “Seringkali mereka hanya salin-tempel, tidak dibaca secara keseluruhan, padahal belum tentu dokumen pengadaannya benar dan tepat,” kata Fendy.
Di sinilah peran APIP dan Biro Hukum dalam mengawal pengadaan yang minim permasalahan dan penyimpangan. APIP dan Biro Hukum bisa melakukan pre-audit sebelum kontrak ditandatangani. “Sekarang kan jamannya pre-audit, mereka bisa membantu dan membimbing agar pengadaan terlaksana dengan baik. Bahkan BPKP sudah mengeluarkan aturan mengenai probity audit,” ujar Fendy.
Hal senada juga disampaikan Hikmahanto. Menurutnya, dalam membuat dokumen kontrak pengelola pengadaan harus memikirkan secara cermat agar tidak terjadi sengketa di tengah jalan. Menurutnya, untuk membuat kontrak yang baik harus ada assesmen yang baik. “Kontrak bisa berujung di pengadilan hanya gara-gara kurang cermat membaca. Harus dipelajari dengan baik dan teliti, ” tegasnya.
Ia menambahkan, kontrak adalah bersifat adil, ada hak dan kewajiban dari tiap-tiap pihak. Untuk itu, ia menyarankan agar setiap kontrak yang akan dibuat harus melalui tiga tahapan, yaitu membedah klausul kontrak, mencari pokok-pokok pikiran dalam kontrak tersebut, kemudian di analisis. “Benchmarknya adalah apakah ada kerugian yang akan diderita oleh salah satu pihak?” katanya. (Rahfan Mokoginta)