Badan Layanan Umum Perlu Atur Ruang Lingkup Fleksibilitas Pengadaan
Jakarta – Badan Layanan Umum (BLU) idealnya membutuhkan aturan pengadaan secara otonom untuk mengatur pengadaan yang bersifat teknis, khusus, dan memerlukan pengecualian. Kebutuhan pengaturan pengadaan di lingkungan BLU ini guna memberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, dan pengelolaan pengadaan barang/jasa.
“Pengadaan di BLU itu bisa lebih fleksibel dibandingkan dengan pengadaan di aparat pemerintahan. Nah, tetapi sejauh mana dia fleksibel? Bagaimana mekanismenya?” ujar Kepala LKPP Agus Prabowo saat menjadi pembicara dalam acara bertajuk “Optimalisasi Aset dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Badan Layanan Umum”, Rabu lalu (8/02) di Jakarta.
Pembuatan aturan ini, menurutnya, diperlukan untuk menyesuaikan tren atau pola pengadaan di lingkungan BLU yang biasanya memerlukan pengecualian, misalnya penetapan threshold dan administrasi pengadaan. Sebab, pelaksanaan pengadaan di BLU sering kali terkait dengan jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat secara langsung dan praktik bisnis meskipun pelayanan ini tidak mengutamakan keuntungan.
Apalagi, penyusunan beleid ini juga sangat dibutuhkan untuk mengatur ketentuan-ketentuan yang tidak dijelaskan dalam Perpres 54/2010. Dengan demikian, pejabat pengadaan di lingkungan BLU memiliki landasan hukum pelaksanaan pengadaan yang cukup jika nantinya akan dilakukan audit.
Meski demikian, Agus menegaskan bahwa pembuatan peraturan BLU secara otonom harus tetap memerhatikan prinsip-prinsip dasar pengadaan dalam kaitan dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Artinya, aturan pengadaan itu harus dapat menjamin terlaksananya pengadaan yang efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.
Sementara itu, ia juga menjelaskan bahwa satu aturan BLU, misalnya pada rumah sakit, tidak melulu dapat diterapkan pada rumah sakit yang lain. Menurutnya, setiap unit BLU memiliki kapasitas, nilai transaksi, dan kebutuhan pengadaan yang berbeda-beda. “Sebab, kalau dari angle pengadaan kami rasanya tidak mungkin (satu aturan BLU diberlakukan untuk semua rumah sakit). Masing-masing rumah sakit itu punya kapasitas yang berbeda, baik fiscal capacity maupun kebutuhannya. Jadi, masing-masing harus mengatur dirinya sendiri,” terang Agus .
Dalam paparannya, Agus menyebut ada beberapa peraturan yang telah mengatur fleksibilitas pengadaan barang/jasa di lingkungan BLU, di antaranya UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP Nomor 23 Tahun 2005 juncto PP Nomor 74 Tahun 2012 tentang PPK BLU, dan PMK Nomor 8 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum.
Bahkan, dalam PMK Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 4, terdapat klausul yang berbunyi, “Pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek bisnis yang sehat.”
“Jadi, inti dari hal yang ingin kami berdua sampaikan adalah kalau Bapak/Ibu di rumah sakit belum punya aturan pengadaan, ayo kita bikin,” pungkasnya.(Sumber : LKPP)